Hai Streight Face, Startup, dalam upayanya mengembangkan dan mengejar keberlangsungan bisnis, kadang tak punya privilese untuk bersikap hati-hati. Kebanyakan praktik bisnis dipelajari langsung di lapangan. Sering kali, upaya belajar sambil langsung praktik ini berujung pada hasil yang kurang optimal, termasuk di aspek ketenagakerjaan. Kami di Tech in Asia mengamati perkembangan isu terkait keluhan hubungan kerja yang muncul belakangan ini. Beberapa pekerja startup mengeluhkan tak menerima imbalan sesuai dengan tanggung jawab dan perjanjian kerjanya. Bagi pihak luar yang tak langsung terlibat dalam kasus-kasus seperti ini, akan mudah untuk mendukung para "korban" dan mengecam sang pemberi kerja dengan tuduhan telah melakukan eksploitasi. Padahal, jarang sekali hal-hal di dunia ini sejelas hitam dan putih. Kebanyakan berwarna abu-abu, dengan tingkatan saturasi yang berbeda-beda. Ambil contoh keluhan tenaga kerja di startup edtech Ruangguru (🔒) yang sempat mencuat awal 2021. Jurnalis kami Gilang menelusuri isu tersebut, berbincang langsung dengan pihak yang terdampak, serta berdiskusi dengan pihak pemberi kerja hingga ahli ketenagakerjaan. Penelusurannya mendapati bahwa para pekerja terdampak itu ternyata berstatus tenaga alih daya (outsource) yang tak dikelola langsung oleh pihak pemberi kerja. Ini bukan pertama kalinya hubungan kerja yang melibatkan tiga pihak--tenaga kerja, perusahaan outsourcing, pemberi kerja--menuai konflik, dan kali ini konflik tersebut terjadi di industri startup. Jurnalis lain kami, Izka, juga menyoroti program pemagangan di beberapa startup yang tak sesuai kapasitas (🔒). Beberapa peserta magang yang ditemuinya mengaku diperlakukan layaknya pekerja penuh waktu, dengan target dan tuntutan jam kerja yang kurang lebih sama. Kami berdiskusi dengan para ahli ketenagakerjaan untuk membahas kejadian ini. Mereka berbagi insight seputar praktik pemagangan yang sesuai undang-undang, hak dan kewajiban pihak-pihak terlibat, serta apa saja yang perlu diperhatikan agar kedua belah pihak bisa menarik manfaat optimal dari program pemagangan. Semua isu ketenagakerjaan tersebut kami soroti dengan harapan agar para pembaca kami, dan juga semua pihak di ekosistem startup dalam negeri, bisa memetik pelajaran dari kasus yang telah terjadi. Bukan untuk menghakimi siapa yang salah, tapi lebih kepada bagaimana kita bisa bertindak lebih baik lagi di kemudian hari. Kalau kamu menyukai pembahasan seperti ini di industri startup, saya ajak kamu untuk mempertimbangkan jadi pelanggan TIA ID+ agar kami bisa terus menghadirkan jurnalisme berkualitas. Salam, Iqbal Kurniawan Editor-in-Chief, Tech in Asia Indonesia | | Ulasan dan kabar seputar industri teknologi dan ekosistem startup yang perlu kamu ketahui: - Pendanaan untuk startup di seluruh dunia pada kuartal pertama 2021 terus mengalami peningkatan, hingga mencapai 50 persen lebih tinggi year-on-year.
- Berencana terjun ke industri food startup? Simak deretan perizinan yang perlu dipenuhi agar tak tersandung masalah di kemudian hari.
- Perizinan usaha memang kerap dianggap sebagai urusan yang bikin ribet. Tapi kalau tidak dipenuhi, ada sederet risiko yang menghantui (di antaranya susah cari investasi, lo).
- LG memutuskan mundur dari industri smartphone global. Padahal, LG dulu dikenal sebagai salah satu inovator di ranah ini.
- Perjalanan ByteDance hingga jadi salah satu startup bernilai tertinggi di dunia tidaklah mulus. Simak sederet tantangan yang perlu dilalui induk TikTok itu hingga saat ini.
| | - AI Executive Talks: Transform your Business Performance with Conversational AI | 20 April 2021
Kamu business leader dan ingin belajar lebih dalam tentang pentingnya chatbot untuk perkembangan bisnis? Pelajari selengkapnya lewat acara ini. Reservasi gratis di sini. | | Terima kasih karena kamu sudah baca sampai habis. Newsletter mingguan ini dikirim dengan cinta (dan sedikit kafein) oleh tim Tech in Asia Indonesia. Sampaikan kritik, saran, dan komentar kamu seputar newsletter kami lewat form ini. Jangan sampai ketinggalan berita harian seputar industri startup Indonesia. Simpan email indonesia@techinasia.com ke kontakmu, atau pindahkan email ini ke primary inbox. Tidak ingin menerima semua email dari kami lagi? Kamu bisa berhenti berlangganan newsletter (tentunya kami bakal sedih!) | | | | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar