Laman

Sabtu, 23 Januari 2021

"Think big" bukan cuma ujaran klise di buku motivasi | #WeekendProduktif

#WeekendProduktif
bersama Hendri Salim

Happy wekeend , Streight Face!

Dulu, ketika saya membaca frasa "think big" pada judul sebuah buku atau artikel, biasanya kata-kata tersebut akan diikuti dengan kalimat, "Pelajari rahasia menjadi sukses serta mendapatkan apa yang kamu inginkan dalam hidup."

Biasalah ...  sampul-sampul buku self help dan motivasi di masa itu memang sedang gencar-gencarnya menggaungkan frasa ini.

Tapi ternyata, frasa think big juga cukup sering saya dengar saat ini, terutama ketika sebuah startup sedang berada pada fase pembentukan ide (ideation) atau saat menggalang pendanaan. 

Bahkan, jika kamu mengikuti acara online Tech in Asia baru-baru ini, seorang investor berkata, "You are not thinking big enough," kepada salah satu startup yang sedang melakukan pitching.

Ini membuat saya tertegun dan berpikir, apa yang sebenarnya ia maksud dengan think big? Setelah melakukan sejumlah riset, saya merasa ada beberapa poin yang sebenarnya masuk akal. Mungkin buku-buku motivasi itu ada benarnya.

Biar saya bagikan temuan saya lewat newsletter kali ini. Tapi sebelumnya, bila kamu berharap bisa menemukan rahasia menjadi sukses setelah membaca newsletter ini, maka jawabannya adalah tidak

Kamu tidak akan bisa mencapai mimpi kamu dan mendapatkan kekayaan hanya dengan membaca newsletter tentang think big ini. Namun saya akan senang sekali jika kamu bisa membuktikan bahwa anggapan saya ini salah. Pastikan kamu mengirimkan feedback jika memang itu yang terjadi.

Jadi, apa itu think big?

Dulu saya punya ide untuk membuka sebuah bisnis yang menyediakan jasa data cleaning buat perusahaan-perusahaan di Jakarta. Saya merasa punya keahlian yang cukup andal dalam berkutat dengan spreadsheet. Kebanyakan pekerjaan yang menghabiskan waktu bisa diatasi secara cepat dengan formula tepat.

Saya membayangkan perusahaan-perusahaan yang jadi klien memberi kami data, kami bersihkan sesuai permintaan, lalu kami kirim balik. Ka-ching! Uang pun mengalir masuk.

Apakah saya berpikir besar? Mungkin tidak.

Seiring permintaan masuk, model bisnis seperti ini akan terbatas di sumber daya yang tersedia. Lebih banyak klien berarti lebih banyak petugas pembersih data. Belum lagi ada potensi klien enggan membagikan data yang mengandung informasi sensitif. Bisa dikatakan saya tidak berpikir besar.

Dari yang saya baca, think big bisa diartikan dengan memikirkan sesuatu yang lebih besar. Baik dari segi skala ataupun dampak.

Ketika para investor mengikuti sesi pitching suatu startup, mereka ingin mendengar sesuatu yang besar. Ide startup yang hanya bisa berlaku di kota tertentu tak akan terdengar seperti bisnis yang menjanjikan. 

Mereka (dan seharusnya kamu juga) ingin produk tersebut bisa digunakan oleh di seluruh Indonesia, kemudian Asia Tenggara, dan pada akhirnya seluruh dunia.

Di sinilah think big mulai menarik.
 
Membangun startup yang mengembangkan direktori kuliner untuk kota tempat tinggalmu mungkin masih bisa dilakukan oleh 1-2 orang. Tapi jika kamu "think big", maka langkah selanjutnya yang masuk akal adalah membuat direktori kuliner untuk satu provinsi, kemudian se-Indonesia, hingga seluruh Asia Tenggara.

Ketika kamu mulai berpikir untuk membuat direktori kuliner untuk seluruh Indonesia, maka pendekatan kamu akan berubah.

Kamu bakal segera merasa bahwa cara awal mendatangi satu per satu lokasi bisnis kuliner sudah tak mungkin dilakukan. Idealnya, para pemilik bisnis kuliner itu sendiri yang memasukkan informasi masing-masing. Ini berarti kamu bakal butuh platform di mana para pemilik bisnis bisa menginput data masing-masing, serta melakukan verifikasi.

Metode pencarian data juga harus lebih pintar. Seorang pengguna di Bali tak akan merasa terbantu jika direktori kuliner yang muncul di hasil pencariannya berlokasi di Sumatra Utara, kecuali pengguna tersebut sedang merencanakan liburan ke sana.

Hal-hal seperti ini akan memaksamu untuk memikirkan kembali bagaimana kamu akan merealisasikan ide awal. Kamu ingin agar ide bisa diuji secepat mungkin. Namun ketika tiba saatnya untuk melakukan ekspansi, fondasi dasar dari produk yang dikembangkan sudah mendukung, sehingga kamu tak perlu memulai lagi dari awal.

Jika kamu perhatikan, kita bukan sedang membahas apakah ini mungkin untuk dilakukan atau tidak. Namun lebih kepada bagaimana caranya untuk membuat startup direktori kuliner untuk seluruh indonesia.

Saya pribadi merasa inilah manfaat dari think big yang pertama. Kita sudah bergerak satu langkah dari, "Apakah saya bisa?" Menuju ke, "Apa langkah-langkah atau rencana awal untuk mencapai tujuan saya?"

Manfaat dari think big yang kedua: berpikir dengan lebih besar akan menguji dirimu sendiri, serta memaksamu mempelajari apa yang kamu tidak ketahui. Membangun bisnis yang bisa diterima satu negara butuh fondasi yang lebih solid, produk yang lebih matang, serta eksekusi yang lebih baik.

Jadi, jika kamu sudah memiliki target ke arah tersebut, maka seharusnya usaha-usaha dan pembelajaran untuk mewujudkannya akan menjadi pengalaman dan peningkatan kemampuan yang berharga.

Kembali ke ide awal saya: startup yang menyediakan jasa data cleaning. Menurut saya pribadi—bias ... tentu saja—idenya tak terlalu buruk. Perusahaan klien bisa fokus mengerjakan hal-hal yang lebih penting. Kami yang mengerjakan pembersihan dan pengolahan data, sehingga mereka akan mendapatkan data yang dibutuhkan dengan murah, cepat, dan akurat.

Saya bisa membuka layanan ini khusus di Jakarta. Saya membayangkan bertemu calon klien. Mereka memberi dokumen yang menjelaskan apa yang mereka inginkan. Saya akan memerlukan beberapa account executive, di mana tiap orang bisa menangani 2-5 klien dan kemudian menerjemahkan kebutuhan kepada tim pembersih data.

Ini ide awal yang ada di kepala saya.

Sekarang saya akan memakai topi bertuliskan "Think Big", dan melihat apakah topi ini akan membuat perbedaan dalam rencana saya. 

Pertama, saya ingin startup ini nantinya bisa melayani seluruh Indonesia. Tapi setelah dipikir-pikir, yang namanya data itu punya sifat cukup universal. Mengapa membatasi ke Indonesia saja? Saya juga bisa menargetkan perusahaan-perusahaan di luar negeri!

Tapi jika yang terjadi hanyalah perpindahan pekerjaan dari klien ke startup saya, maka sebenarnya saya tidak merasa sedang menciptakan sesuatu yang baru. Dulu klien yang mengerjakan, tapi sekarang tim pembersih data saya yang mengerjakan. Ini hanya masalah memindahkan tugas saja dengan imbalan uang. 

Tidak ada yang salah, tapi bisakah ini problem ini dipecahkan dengan lebih pintar?

Bagaimana dengan kecerdasan buatan dan machine learning? Keduanya bisa melakukan hal-hal yang sangat luar biasa. Rasanya tak akan sulit untuk membersihkan data dengan memanfaatkan teknologi ini. 

Klien bisa mengirimkan dua dokumen secara online. Satu berisi data yang harus diproses, dan satu berisi contoh hasil yang diinginkan. Hasil akhir akan dianalisis oleh machine learning, kemudian diterapkan kepada data yang harus diproses. Tim pembersih data hanya perlu memantau dan melakukan validasi logika, sisanya diproses secara otomatis. 

Proses ini akan berlangsung jauh lebih cepat. Saya pun tak akan memerlukan ratusan anggota tim pembersih data untuk memenuhi permintaan dari seluruh Indonesia.

Untuk keamanan data, mungkin saya bisa membuat sebuah data vault yang kuncinya hanya dipegang oleh klien. Jika datanya bocor dari server kami, maka sang pencuri tetap tak bisa membaca karena hanya klien yang punya kuncinya. 

Mekanisme ini akan membantu klien merasa lebih aman. Tim internal kami pun tak akan bisa membaca datanya. Mereka hanya bisa melakukan validasi logika dengan data sampel dari klien.

Karena proses data cleaning dilakukan oleh machine learning, sang mesin tak akan peduli data itu disusun dalam bahasa apa pun. Mesin hanya akan melihat dalam bentuk yang paling dasar, yaitu angka 1 dan 0. Ini mengeliminasi batasan untuk melayani klien dari luar negeri.

Apakah saya sudah think big sekarang? Saya juga tak tahu. Tapi jika saya berbicara kepada orang yang lebih berpengalaman, mungkin saya akan mendengar ide lanjutan dari mereka yang akan membuat ide saya ini tidak ada apa-apanya.

Yang saya ketahui adalah, ide saya sudah berkembang dari bisnis yang cukup konvensional jadi bisnis berbasis teknologi. Ada banyak yang harus saya pelajari dan pastikan, namun setidaknya saya sekarang sudah memiliki gambaran yang lebih besar dari sebelumnya.

Nah ... tentu saja, semua asumsi yang saya sampaikan tadi adalah simplifikasi. Melatih machine learning bakal butuh banyak data. Saya bahkan tak tahu apakah ide saya seratus persen bisa direalisasikan atau tidak. Tapi seharusnya kamu sudah mendapatkan gambaran besarnya.

Saran saya adalah, bila selanjutnya kamu punya ide, coba bawa ide itu 2-3 langkah lebih jauh, lalu lihat apakah langkah ini mengubah cara kamu berpikir. Apa ada perubahan dalam rencana kamu? Apa ini membuat kamu merasa ada sesuatu yang tak kamu ketahui dan perlu dipelajari? 

Jika jawabannya adalah ya, maka kamu sedang berlatih untuk berpikir lebih besar, dan kamu sudah di jalur yang tepat. Ide kamu mungkin akan gagal total, tapi kamu gagal dengan sebuah ide yang besar.

Itu saja yang saya ingin bagikan minggu ini. Minggu depan kita akan membahas mengenai spreadsheet. Ada beberapa formula ajaib yang ingin saya bagikan :).

Enjoy your weekend!

Salam,
Hendri Salim
CEO Tech in Asia Indonesia
Hai, terima kasih sudah membaca email mingguan Weekend Produktif sampai habis. Kamu punya komentar positif untuk tulisan ini? Kamu bisa langsung balas email ini, atau mengisi form komentar.

Semua tulisan Weekend Produktif saya bisa kamu temukan di situs web Tech in Asia Indonesia.

Tidak ingin menerima email dari kami lagi? berhenti berlangganan newsletter (kami bakal sedih!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar