Happy wekeend , Streight Face! Minggu lalu saya berjanji bahwa kita akan membahas formula spreadsheet. Namun jika kamu rajin mengikuti perkembangan berita terkait bisnis dan teknologi, bisa jadi kamu sudah mendengar fenomena melejitnya saham GameStop yang terjadi di Amerika Serikat baru-baru ini. Harga saham GameStop yang nilainya stagnan--bahkan cenderung melemah--tiba-tiba melonjak naik. Kasus ini cukup menarik bagi saya, dan saya ingin menggunakan momen ini untuk setidaknya belajar bersama mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Kita akan membahas tentang perdagangan saham. Ini adalah sesuatu yang saya rasa akan berguna juga untukmu (investasi pribadi) dan startup kamu di masa mendatang, ketika sudah jadi perusahaan terbuka. Jangan khawatir. Saya akan tetap membagikan satu formula spreadsheet yang kamu jarang temui tapi akan sangat membantu ketika kamu butuhkan. Kamu bisa menemukan formula tersebut di bagian akhir dari newsletter ini. | | Apa yang kamu lihat di atas adalah pergerakan harga saham GameStop. Jika kamu membeli saham GameStop senilai Rp10 juta di akhir 2020, lalu menjualnya di titik tertinggi pada 27 Januari 2021 kemarin, maka uang Rp10 juta kamu akan berkembang jadi Rp180 juta. Jika kamu merasa jumlah itu sangat besar, bayangkan hal ini terjadi pada pihak yang membeli saham GameStop senilai Rp100 juta atau Rp1 miliar ketika harganya belum melonjak. Kasus seperti ini terjadi dari waktu ke waktu, tapi ada yang berbeda pada saham GameStop. Fenomena pada GameStop dipicu oleh aksi short-selling (kita akan bahas ini nanti) yang dilakukan oleh beberapa investor besar. Aksi ini mendapatkan perlawanan dari sekelompok investor retail (individual) di suatu forum Reddit bernama WallStreetBets. Bisa dikatakan, ini adalah peperangan antara perusahaan besar melawan kumpulan "rakyat jelata". Untuk bisa memahami ini semua, kamu perlu mengetahui bisnis GameStop. Perusahaan ini mengelola jaringan toko yang menjual video game dan segala perlengkapannya, termasuk kopi fisik dari video game (seperti Bluray untuk PS4) hingga sederet aksesori penunjang (memory card, controller, dan sebagainya). GameStop mengalami masa kejayaan mulai dari 2004 hingga 2016. Jaringan tokonya tersebar di seluruh Amerika Serikat, termasuk di dalam mal dan pusat-pusat perbelanjaan. Dalam perjalanannya usahanya, GameStop sempat mengakuisisi beberapa bisnis lain. Salah satunya adalah Kongregate, situs web tempat bermain video game lewat browser web yang saya yakin beberapa dari kamu juga pernah menggunakannya. Memasuki tahun 2017, bisnis GameStop mulai mengalami kelesuan. Penyebabnya adalah perubahan pola masyarakat dalam membeli kopi video game dari bentuk fisik ke format digital. PlayStation, Xbox, hingga Steam dengan gencar mengampanyekan promosi toko game digital masing-masing. Akibatnya, makin banyak orang memilih untuk membeli game secara online. Saya sendiri sudah memiliki PS4 selama lebih dari lima tahun, namun tidak punya satu pun kopi game fisik hingga kini. Bisa kamu tebak, pergeseran pola konsumsi masyarakat ini memengaruhi bisnis GameStop. Angka penjualannya terus turun sejak 2016. Pada tahun 2018, mereka mencetak kerugian terbesar sepanjang sejarah pendiriannya. Gabungkan kondisi ini dengan pandemi Covid-19 yang meluas di Amerika Serikat selama 2020. Kamu bisa melihat ke mana arah dari pembicaraan kita. GameStop diprediksi akan terus merugi hingga 2023 nanti. Estimasi itu pun bakal meleset jika mereka gagal melakukan diversifikasi strategi dan mentransformasi bisnisnya. Masyarakat tak akan tiba-tiba mulai membeli kopi video game secara fisik lagi, kecuali ada suatu kejadian signifikan yang terjadi (misalnya rata-rata ukuran video game tiba2 melonjak jadi 18 TB, sehingga sangat tidak masuk akal untuk diunduh via internet). Nah, kebanyakan orang saat membeli saham sebuah perusahaan akan mengharapkan nilainya naik di masa depan (biasa disebut long trade). Namun sebenarnya kamu juga bisa menghasilkan uang jika kamu tahu secara pasti bahwa nilai suatu saham akan mengalami penurunan. Inilah short selling yang jadi penyebab fenomena melonjaknya harga saham GameStop. Untuk memahami mekanisme short selling, kita akan menyimak ilustrasi dari dua orang investor yang sama-sama berinvestasi di saham GameStop: Kevin dan Ajeng. Kevin membeli selembar saham GameStop sambil berharap harganya akan naik di masa depan. Katakanlah Kevin membeli saham tersebut di harga Rp1 juta per lembar. Dua bulan kemudian, Kevin menjual saham kepemilikannya saat harganya naik jadi Rp1,2 juta per lembar. Inilah yang disebut dengan long trade. Ajeng juga berinvestasi di saham GameStop, namun tujuannya terbalik dari Kevin. Mencermati perkembangan bisnis GameStop yang tampaknya tak ada titik cerah dalam waktu dekat, Ajeng merasa harga sahamnya akan terus turun. Ajeng memutuskan untuk melakukan short selling, lalu menghubungi seorang broker yang punya saham GameStop dan meminjam satu lembar sahamnya. Setelah mendapat selembar saham GameStop, Ajeng langsung menjualnya dan meraup Rp1 juta. Satu minggu kemudian, harga saham GameStop turun jadi Rp600.000 per lembar. Ajeng membeli satu lembar saham GameStop di harga tersebut, kemudian mengembalikannya ke broker. Ajeng mendapat untung Rp400.000 dari selisih harga jual (Rp1 juta) dan beli (Rp600.000) saham GameStop yang harganya turun. Inilah yang disebut short selling. Catatan: ilustrasi ini adalah penyederhanaan. Pada praktiknya, Ajeng tetap harus punya dana simpanan. Peminjaman saham tak bisa dilakukan tanpa jaminan. Selain itu, ada biaya-biaya lain yang jumlahnya bisa lebih besar daripada membeli saham biasa. Di kehidupan nyata, sejumlah investor institusional besar mempraktikkan short selling pada saham GameStop. Mereka memprediksi nilai sahamnya akan terus turun. Cukup masuk akal, mengingat kondisi bisnis GameStop selama lima tahun terakhir. Biasanya short selling akan berlangsung dengan cukup sederhana. Para investor yang melakukan shorting pada perusahaan berprospek suram akan meraup laba, karena proses kebangkitan suatu perusahaan tak bisa terjadi dalam waktu singkat. Tapi apa yang terjadi pada kasus GameStop sama sekali di luar dugaan. Aksi shorting sejumlah investor besar ini dilawan sekelompok investor retail yang berkumpul di forum WallStreetBets dalam Reddit. Mereka bersatu melawan aksi shorting dengan beramai-ramai membeli opsi saham--produk derivatif dalam pasar modal yang memungkinkan pemegangnya untuk membeli/menjual suatu saham pada harga yang telah ditetapkan--bahwa nilai saham GameStop akan naik di masa depan. Pembelian opsi yang membeludak ini mendorong permintaan saham GameStop, yang pada akhirnya meningkatkan nilai kapitalisasi pasarnya. Apa yang dilakukan oleh para investor retail ini terus mendapat momentum, hingga menarik lebih banyak orang termasuk CEO Tesla Elon Musk. Para investor institusional pun terpaksa ikut membeli saham GameStop untuk melakukan hedging (mengurangi risiko) dari aksi short selling mereka, yang ironisnya malah ikut membuat harga saham GameStop makin melonjak. Fenomena ini membuat harga GameStop naik mencapai US$347 (Rp4,8 juta) per lembarnya pada 27 Januari 2021. Sebelumnya, saham GameStop hanya berharga sekitar US$17 (Rp238.000) per lembar pada tanggal 4 januari 2021. Bisa kamu bayangkan betapa besar kerugian para investor institusional yang sedang melakukan shorting. Katakanlah salah satu investor ini meraup uang US$15.000 (Rp210 juta) saat menjual 1.000 saham GameStop di harga US$15 per lembar. Kini, saat harga per lembarnya menyentuh US$350, mereka harus mengembalikan 1.000 lembar saham yang dipinjam dengan membelinya kembali seharga US$350.000 (Rp4,9 miliar). Kerugian maksimal investor yang melakukan long trade adalah sebesar uang yang dipakai untuk membeli saham tersebut. Namun, jika investor melakukan short selling, maka pada dasarnya potensi kerugian yang harus dihadapinya tak terbatas. Bayangkan meminjam 1 lembar saham yang lalu kamu jual untuk mendapatkan Rp1 juta. Kamu menunggu harganya untuk turun, tapi yang terjadi malah kebalikannya. Harganya terus naik sampai Rp500 juta per lembar. Untuk mengembalikan selembar saham yang kamu pinjam, kamu harus membeli saham tersebut di harga Rp500 juta. Setelah 27 Januari 2021, harga saham GameStop mengalami penurunan cukup drastis. Penurunan ini disebabkan oleh kebijakan yang diambil sejumlah platform perdagangan efek--seperti Robinhood yang dipakai oleh para anggota kelompok WallStreetBets--untuk menghentikan pembelian opsi dan saham GameStop. | | Robinhood beralasan bahwa kebijakan penghentian transaksi saham GameStop--dan sejumlah saham yang mengalami fenomena serupa--diambil semata-mata demi manajemen risiko. Platform perdagangan efek itu ingin memastikan punya cukup dana untuk menuntaskan kewajibannya kepada para pengguna, badan pengawas perdagangan efek Amerika Serikat, serta deposit pada badan kliring di sana. Ketika kamu membeli sebuah saham, proses penyelesaiannya bisa memakan waktu sampai beberapa hari. Proses ini biasanya ditengahi oleh sebuah institusi yang disebut badan kliring. Terkadang, badan kliring harus mengeluarkan dana talangan terlebih dahulu sampai pemrosesan transaksi selesai. Dalam kasus GameStop, jumlah transaksinya sangat besar sampai-sampai badan kliring tak mampu mendanai transaksinya. Badan kliring ini kemudian meminta broker--antara lain platform perdagangan efek--untuk menghentikan transaksi pembelian. Karena broker menghentikan pembelian saham GameStop, maka bisa kamu tebak: permintaan mereda dan harga saham ikut turun. Hal ini dipandang sebagian orang sebagai sebuah aliansi investor dan korporat besar untuk melindungi diri. Mereka diduga ingin mencegah orang-orang biasa membeli dan mendapatkan keuntungan. Beberapa anggota kongres Amerika Serikat bahkan ikut mencermati kejadian ini, serta berjanji akan melakukan investigasi sistem pasar modal di sana lebih dalam. Volatilitas bursa efek di AS karena "perang" antara investor retail dan broker turut menyeret pasar modal dunia. Para pengelola dana investasi (hedge fund manager) yang merugi terpaksa menjual portofolio saham lainnya untuk mengembalikan dana yang hilang akibat pertaruhan gagal di GameStop. Saham yang dijual tak hanya terbatas milik perusahaan AS saja, tapi juga mencakup saham-saham di berbagai penjuru dunia. Makin banyak saham yang dijual investor, nilai saham tersebut akan makin tak berharga. Gelombang penjualan efek ini mengakibatkan indeks di berbagai negara ikut terseret turun. Indeks acuan Eropa Stoxx 600 ditutup lebih rendah 1,9 persen dibanding sehari sebelumnya. London FTSE dan Frankfurt Xetra Dax masing-masing ditutup menurun 1,8 dan 1,7 persen. Indeks harga saham gabungan IDX di Indonesia juga ikut turun 1,96 persen, kebanyakan dipicu oleh investor asing yang menjual saham mereka di sini. Bila fenomena ini terjadi secara berkepanjangan, salah satu kemungkinan terburuknya adalah krisis finansial global yang terakhir kali terjadi pada 2008 lalu bisa terulang kembali. Sampai saat ini kasusnya masih berkembang, hingga bahkan memiliki dampak kepada komunitas trader di Indonesia. Ketika menjelajah di Reddit, saya melihat beberapa orang mendorong untuk membuat kanal subreddit yang mirip dengan WallStreetBets. Jadi itulah kasus GameStop dan aksi shorting yang dilawan oleh pasar. Fenomena ini sangat menarik, karena kita sedang melihat bagaimana teknologi bisa membuat orang-orang yang tak mengenal satu sama lain bisa bersatu dan membuat dampak signifikan. Bayangkan apa lagi yang mungkin terjadi, serta disrupsi seperti apa yang bakal terjadi di tahun-tahun mendatang. Oh ya, formula rahasia spreadsheet saya. Kamu bisa klik tautan ini untuk melihatnya. Saya sudah menyiapkan satu formula yang rasanya bakal jarang kamu temukan, padahal ini sangat membantu saya dan Risky Maulana, salah satu jurnalis Tech in Asia Indonesia, ketika ia menyiapkan data-data dashboard kami. Enjoy the rest of your weekend, Salam, Hendri Salim CEO Tech in Asia Indonesia | | | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar