Laman

Minggu, 28 Maret 2021

Belajar dari kisah seorang desainer produk | #WeekendProduktif

#WeekendProduktif
bersama Hendri Salim

Happy weekend , Streight Face


Jadi, ada seorang desainer produk yang ditugaskan untuk merancang palu sebagai lini produk baru. Sekilas tugas ini terdengar mudah. Palu adalah alat yang relatif sederhana, rancangannya pun tak banyak berubah sejak ratusan tahun lalu. 

Desainer produk ini adalah orang yang sangat hati-hati dan detail, jadi ia putuskan untuk berbicara langsung kepada calon pengguna. 

"Ceritakan kepada saya, palu seperti apa yang ideal bagi kamu?" tanya desainer.

"Hmm," si calon pengguna berpikir sejenak. "Palu yang ideal buat saya adalah palu yang tak terlalu besar, enak dipakai, dan punya pegangan yang mantap."

Kemudian desainer membuat sebuah palu dengan desain yang modern dan balans sempurna seperti segala hal di dunia ini seharusnya: seimbang.

Sementara itu, desainer produk kompetitor di perusahaan lain juga melakukan hal yang sama. Ia berbicara kepada calon pengguna dan bertanya mengenai palu yang ideal, namun dengan cara berbeda.

Tanya (T): "Tolong beri tahu saya, masalah apa yang kamu ingin pecahkan dengan palu?"

Jawab (J): "Jelas toh. Saya ingin memasang paku ini dinding."

T: "Kenapa kamu ingin memasang paku itu?"

J: "Saya ingin memasang bingkai foto anak saya di dinding."

Desainer produk dari pihak kompetitor itu kemudian pulang dan merenung. Sebulan kemudian, perusahaannya meluncurkan lakban berperekat ganda (double tape) pertama di dunia. Produk tersebut kemudian laku keras di pasaran.

Walau ini hanyalah sebuah cerita singkat, tapi kisah ini membuat banyak perbedaan di hidup saya, baik secara profesional ataupun pribadi.

Sebagai contoh, kami selalu bertanya, mengapa para pembaca mengunjungi situs web Tech in Asia Indonesia? Jawabannya cukup klasik, yaitu untuk mendapatkan update terbaru mengenai keadaan industri dan startup, yang mana memang cukup masuk akal.

Jika kami berhenti di sini, kami bisa mengambil kesimpulan bahwa Tech in Asia Indonesia harus menyiarkan kabar terkini seputar startup dengan lebih cepat dan lebih sering.

Tapi belajar dari cerita di atas, saya bertanya lagi, mengapa para pembaca perlu mendapatkan kondisi industri terbaru? 

Di bawah ini adalah salah satu transkrip percakapan yang pernah saya lakukan dengan seorang pembaca kami (dengan penyederhanaan, tapi tetap akurat).

Saya (S): "Jadi mengapa kamu mengunjungi Tech in Asia Indonesia?"

Pembaca (P): "Supaya saya bisa tetap updated mengenai perkembangan terbaru."

S: "Mengapa kamu perlu mendapatkan update?"

P: "Supaya nyambung kalau sedang networking di event."

S: "Mengapa kamu pergi ke networking event?"

P: "Saya pergi ke berbagai event untuk memperluas network dan bertemu dengan investor."

S: "Investor?"

P: "Ya, karena saya lagi membutuhkan pendanaan. Saya cari tahu tentang investor yang akan datang di Tech in Asia Indonesia."

Setelah digali seperti ini, saya jadi lebih memahami permasalahan dasar orang tersebut. Sang pembaca yang juga seorang founder startup membutuhkan pendanaan. Membaca Tech in Asia Indonesia adalah salah satu cara yang ia lakukan. 

Jika kami hanya menambahkan lebih banyak berita, saya ragu hal itu akan membantunya. Apa yang bisa kami lakukan adalah membuat lebih banyak event yang membantu para pembaca kami terhubung dengan para investor, serta artikel sederhana seperti ini.

Saya terkadang juga terjebak ke dalam solusi yang sudah ada. Mencoba untuk mencurahkan semuanya, tanpa melihat potensi solusi lain yang lebih elegan dan mudah. Ini terjadi karena saya merasa solusinya sudah jelas, tak terlintas di benak untuk berpikir mengenai solusi lain.

Menyadari hal ini juga membuat saya bertanya-tanya, apakah hal ini juga terjadi di luar dunia seputar produk, bahkan kehidupan pribadi? 

Sebagai contoh, seseorang mungkin berambisi jadi manajer atau team leader, yang mana tidak ada salahnya. Tapi orang ini mungkin terlalu fokus untuk jadi manajer, dan bukan apa yang sebenarnya diinginkan dengan jadi manajer.

Misalnya, ternyata orang tersebut butuh uang untuk merealisasikan rencana kuliah pascasarjana yang ingin ia ambil di malam hari.

Ia merasa jadi manajer akan membantunya mewujudkan ini (gaji lebih besar). Mungkin ada benarnya, tapi tidakkah menyampaikan aspirasi ini kepada manajemen adalah cara yang lebih pintar?

Saya tahu ada beberapa perusahaan yang akan senang untuk membiayai studi lanjutan dari karyawannya, asalkan si karyawan bersedia terikat dalam perusahaan. Misalnya terus jadi karyawan di perusahaan tersebut selama 1-2 tahun setelah menyelesaikan studi.

Jadi, akhir pekan ini, saya menyarankan kamu meluangkan sedikit waktu untuk merenung dan memikirkan, apa usaha terbesar yang sedang kamu lakukan sekarang, baik itu dalam kehidupan pribadi atau professional? Apakah ada cara lain yang lebih mudah dan pintar, namun tetap bisa memberi hasil yang sama?

Bantu diri kamu keluar sebentar dari solusi yang sudah ada di depan mata. Coba cari solusi alternatif yang meringankan orang lain dan, terutama, diri kamu sendiri.
 

Happy weekend!

Salam,
Hendri Salim
CEO Tech in Asia Indonesia
Hai, terima kasih sudah membaca email mingguan Weekend Produktif sampai habis. Kamu punya komentar positif untuk tulisan ini? Kamu bisa langsung balas email ini, atau mengisi form komentar.

Semua tulisan Weekend Produktif saya bisa kamu temukan di situs web Tech in Asia Indonesia.

Tidak ingin menerima email dari kami lagi? berhenti berlangganan newsletter (kami bakal sedih!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar