| Langkah selanjutnya adalah mendapatkan masukan dari seseorang yang lebih ahli. Kita akan sangat terbantu jika ada seorang ahli yang bisa memberi tahu bahwa di tengah latihan berlari, postur tubuh mulai salah, atau tidak mengontrol pernapasan dengan benar. Yang terakhir adalah, setelah mendapatkan feedback ini, kita membuat rencana untuk memperbaikinya dan fokus terhadap perbaikan. Misalnya di menit kesepuluh, ketika kita sudah terlalu lelah dan napas mulai berantakan, kita cenderung untuk menahannya sebisa mungkin. Seharusnya kita menyadari di titik ini bahwa batas kemampuan kita sekarang adalah sepuluh menit. Setelah menyadarinya, kita mengambil sikap aktif untuk memperbaiki pernapasan ketimbang hanya menahannya sebisa mungkin. Bila dirangkum, kita akan memerlukan: - Kesadaran untuk berlatih secara sengaja,
- Fokus kepada latihan tersebut,
- Mendapatkan evaluasi, dan
- Membuat perbaikan.
Seiring Duckworth memberi contoh-contoh lain bagaimana grit bisa memprediksi kesuksesan, saya tiba-tiba teringat dengan proses rekrutmen di Tech in Asia Indonesia. Kami tak melakukan tes yang bersifat terlalu teknis dalam proses rekrutmen, seperti tes IQ atau kemampuan kognitif. Ketika kami membuka lowongan penulis, tes yang akan dilalui kandidat adalah menulis sebuah topik yang telah kami tentukan. Seiring kelanjutan tahapan rekrutmen, kami akan meminta mereka menulis lebih dari satu kali. Bahkan setelah melakukan wawancara, kami sering bertanya apakah kandidat keberatan untuk menulis sekali lagi. Menariknya, banyak dari pelamar kerja menyelesaikan tes menulis yang pertama. Namun ketika para kandidat menerima tugas kedua, banyak yang gugur. Mereka bukan saja tak mengerjakannya, tapi juga tak lagi membalas email (istilah kerennya: ghosting). Setelah kandidat mengirimkan tes pertama, Iqbal (editor di Tech in Asia Indonesia) akan memberikan komentar di tulisannya tentang bagaimana tulisan tersebut bisa jadi lebih baik lagi. Kami berharap para pelamar dapat belajar dan melakukan perbaikan di tulisan kedua, ketiga, atau jika perlu, keempat. Tujuan kami tentu saja melihat siapa yang gugur, karena pada praktiknya mereka akan menulis setiap hari. Jika saya pikir kembali, mereka yang akhirnya kami terima adalah mereka yang tak menyerah, walau diberikan beberapa tugas beserta komentar pedas dari Iqbal. Saya bisa melihat bahwa grit membuat perbedaan dalam kasus ini. Jadi bagaimana menumbuhkan grit ini? Duckworth menyebutkan empat hal yang bisa membantu: - Kembangkan ketertarikan. Mengerjakan sesuatu yang tak menarik akan membuat kamu lebih cepat menyerah. Semua juga tahu hal ini, tapi apakah kamu juga tahu bahwa ketertarikan bisa ditumbuhkan secara sengaja?
- Lakukan peningkatan secara berkala. Jangan bertahan atau melakukan sesuatu berulang-ulang dengan cara yang sama. Cari tahu apa yang bisa ditingkatkan, sekecil apa pun, dan lakukan itu setiap hari.
- Temukan target yang lebih besar. Sayangnya, tak semua orang mengetahui dampak dari apa yang mereka sedang kerjakan. Bukan saja ini akan menghambat mereka untuk jadi lebih efisien, tapi juga akan memunculkan perasaan bahwa usaha mereka sia-sia. Tebak apa yang terjadi setelahnya? Yap, menyerah.
- Growth mindset. Mereka yang percaya bahwa talenta mereka bisa dikembangkan, cenderung melakukan usaha lebih dan melihat perkembangan talenta tersebut, ketimbang mereka yang merasa sebuah talenta adalah yang sudah diberikan dari sananya.
Oh ya, di awal newsletter ini saya berkata bahwa ada penelitian lanjutan yang mengatakan bahwa grit saja tak cukup. Menariknya adalah, penelitian ini juga mengambil tempat di akademi militer yang sama. Penelitian tersebut menemukan bahwa kemampuan kognitif punya andil lebih besar daripada grit. Jadi siapa yang benar? Saya rasa keduanya benar. Dulu saya suka tertawa terpingkal-pingkal melihat para peserta audisi American Idol yang menyanyi dengan buruk sekali. Namun ketika mereka mendapatkan feedback dari para juri, mereka jadi defensif dan mengatakan tak ada yang salah dengan suara mereka. Beberapa bahkan mencoba kembali selama bertahun-tahun dengan hasil tetap sama. Saya bisa melihat ada dua faktor penting di sini: - Apakah mereka berlatih dengan sengaja?
- Sudahkah mereka mendapatkan feedback dari pelatih vokal dan berlatih dengan cara yang benar?
Saya yakin, dengan latihan yang benar, nyanyian mereka akan jauh lebih baik dari kebanyakan orang. Namun juga bukan berarti mereka akan langsung menjadi penyanyi terkenal. Tak bisa dipungkiri, beberapa orang memang terlahir dengan talenta bernyanyi. Ini kembali mengingatkan saya kepada quote favorit saya yang berbunyi kurang lebih seperti ini, "Sebelum kamu mendaki dengan usaha terbaik kamu, pastikan tangganya ditaruh di bangunan yang tepat." Saya akan menyarankanmu untuk menonton video tentang grit ini, dan menyimpulkannya sendiri untuk dirimu. Daki gunung dengan gigih, pakai teknik yang benar, tapi pastikan gunungnya adalah gunung yang ingin kamu daki. Happy weekend! P.S. Kamu dapat mencoba kalkulator grit yang dapat memberitahu segigih apa kamu di sini. Salam, Hendri Salim CEO Tech in Asia Indonesia |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar