Laman

Jumat, 07 Mei 2021

Alasan Bursa Saham Lokal Bukan Target Utama Unikorn πŸ™„


Weekly Editorial

 

 
Hai Streight Face,

Momen ketika startup menjadi perusahaaan terbuka adalah peristiwa yang dinanti-nanti oleh kebanyakan pendiri dan investor. Ini adalah saat di mana mereka "meraup" hasil dari upaya pengembangan bisnis selama bertahun-tahun.

Dengan saham yang bisa diperdagangkan secara bebas di bursa, ekuitas yang dimiliki jadi lebih likuid dan bisa lebih leluasa diuangkan. Nyatanya, sangat sedikit startup yang bisa mencapai momen tersebut.

Survei menyebut 90 persen startup yang didirikan akan berakhir dengan kegagalan. Sekitar 10 persen di antaranya bahkan bakal tutup sebelum genap berumur setahun. Yang bisa mencapai status unikorn hingga kemudian IPO? Riset CB Insights menyebut kemungkinannya hanya 1 persen.

Kebanyakan startup berupaya menunda langkah jadi perusahaan terbuka selama mungkin, sambil berupaya mengembangkan skala bisnis dan meningkatkan valuasi perusahaan dengan dukungan dana investor ataupun dari laba operasional (bila memang memungkinkan). Bila valuasi bisnis sudah mencapai tahap tertentu--dan mungkin dengan sedikit "dorongan" investor--barulah startup memikirkan untuk melantai ke bursa.

Namun langkah menjadi perusahaan terbuka sejatinya bukanlah eksklusif bagi para unikorn. Menggalang dana di bursa adalah pilihan yang bisa diambil oleh para pendiri startup kapan pun, asalkan bisnisnya telah memiliki fundamental yang cukup baik dan mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan lembaga pengawas pasar modal.

Minggu ini Tech in Asia Indonesia menilik performa dari beberapa startup lokal yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (πŸ”’), di antaranya Kioson, Passpod, Pigijo, dan Cashlez. Kinerja nilai pasar saham mereka sejauh ini belum menunjukkan angka yang menggembirakan. Kurang lebih, ini bisa jadi proksi mengapa banyak perusahaan teknologi besar enggan menjadikan bursa saham lokal sebagai target utama.

Selain fakta bahwa pasar modal lokal belum terbiasa dengan skema bisnis perusahaan teknologi yang kebanyakan masih merugi, nilai kapitalisasi pasarnya--jumlah uang beredar yang setara dengan total harga saham seluruh perusahaan terbuka di pasar modal--masih kalah jauh dibanding pasar modal Amerika Serikat yang jadi tujuan utama. Per April 2021, market cap Bursa Efek Indonesia "hanya" mencapai Rp7,1 kuadriliun, atau 1 persen dari kapitalisasi pasar di bursa Amerika Serikat.

Makin banyak uang yang beredar di pasar modal, makin besar kemungkinan untuk meraup modal lebih banyak. Terlebih, para investor di pasar modal Amerika Serikat sudah terbiasa dengan perusahaan teknologi yang butuh waktu untuk bisa meraih laba.

Bukan berarti kondisi pasar modal lokal tak akan berubah. Komitmen dari sejumlah unikorn dalam negeri untuk melakukan dual listing--mencatatkan saham di bursa lokal dan internasional secara bersamaan--bisa menyebabkan pergeseran sentimen pasar.

Ada kemungkinan ketika perusahaan teknologi besar melantai di bursa lokal, para investor mau keluar dari zona nyaman dan mulai menginvestasikan saham di segmen "baru".

Talk to you again next week!


Salam,
Iqbal Kurniawan
Editor-in-Chief, Tech in Asia Indonesia

IN CASE YOU MISSED IT

Ulasan dan kabar seputar industri teknologi dan ekosistem startup yang perlu kamu ketahui:
  1. Segmen UMKM menyimpan berjuta peluang untuk digarap startup. Apa sih sebenarnya masalah penting yang ingin dipecahkan oleh para pengusaha kecil ini? Simak ulasan kami (πŸ”’) selengkapnya!
  2. Tak puas merajai platform media sosial, ByteDance selaku induk perusahaan TikTok berambisi menguasai pasar edtech di Cina (πŸ”’). Mulai dari kursus bahasa Inggris, sampai les matematika online, semua digarap!
  3. Sederet bank digital segera beroperasi di Indonesia. Bila kamu penasaran bagaimana nanti ini akan mengubah layanan perbankan, Tech in Asia telah merangkum sederet pelaku bank digital yang telah menuai sukses di Asia (πŸ”’).
  4. Gojek melengkapi penawaran layanannya di Singapura dengan meluncurkan platform pemesanan taksi bernama GoTaxi. Apakah tarifnya bakal mendapat subsidi seperti yang terjadi di Indonesia dulu?
  5. Cermati mendapat suntikan dana dari MDI Ventures. Sekitar 150 juta pelanggan Telkom kini berpotensi jadi target pasar barunya.

EVENT MENDATANG

  • Tech in Asia Pitch Night | 22 Juni 2021
Tech in Asia mengundang enam startup dari Asia Tenggara untuk pitching bisnis mereka ke hadapan Charles Ferguson, general manager Globalization Partners. Kamu tertarik untuk mencoba? Daftarkan startup kamu di sini.
Terima kasih karena kamu sudah baca sampai habis. Newsletter mingguan ini dikirim dengan cinta (dan sedikit kafein) oleh tim Tech in Asia Indonesia. Sampaikan kritik, saran, dan komentar kamu seputar newsletter kami lewat form ini.

Jangan sampai ketinggalan berita harian seputar industri startup Indonesia. Simpan email indonesia@techinasia.com ke kontakmu, atau pindahkan email ini ke primary inbox.

Tidak ingin menerima semua email dari kami lagi? Kamu bisa berhenti berlangganan newsletter (tentunya kami bakal sedih!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar